Senin, 15 Juni 2015

buya hamka dan pemikirannya


By on 20.44


A.     PENDAHULUAN
1.   BiografiBuyaHamka
Nama lengkap Buya Hamka adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Beliau kemudian lebih dikenal dengan nama Buya Hamka. Beliau lahir di Meninjau, Sumatera Barat, pada tanggal 17 Februari 1908. Beliau merupakan putra pertama dari pasangan Dr. Abdul Karim Amrullah dan Shaffiah.
Pada 5 April 1929, Buya Hamka menikah dengan Hajah Siti Raham Rasul. Setelah istrinya meninggal pada tahun 1971, kurang lebih 6 tahun kemudian, Buya Hamka menikah lagi dengan Hajah Siti Khadijah.
Secara formal, Buya Hamka hanya mengenyam pendidikan Sekolah Desa, namun tidak tamat. Kemudian, pada tahun 1918, beliau belajar Agama Islam di Sumatera Thawalib, Padang Panjang.Ini pun tidakselesai.Tahun 1922, beliau kembali belajar Agama Islam di Parabe Bukit Tinggi , juga tidak selesai. Akhirnya, Banyak menghabiskan waktunya dengan belajar sendiri  jugatidakselesai.Akhirnya, Beliaubanyakmenghabiskanwaktunyadenganbelajarsendiri, otodidak. Buya Hamka banyak membaca buku.lalu belajar langsung pada aparat tokoh dan ulama . Baik yang berada di Sumatera Barat, Jawa, bahkan sampai ke Mekkah, Arab Saudi.
Jabatan atau amanah yang pernah beliau emban selama hidupnya antara lain sebagai berikut. Tahun 1943, beliau menjabat sebagai Konsul Muhammadiyah Sumatera TimurTahun 1947, sebagai Ketua Front Pertahanan Nasional (FPN). Tahun 1948, sebagai Ketua Sekretariat Bersama Badan Pengawal Negeri dan Kota (BPNK). Lalu, tahun 1950, Buya Hamka menjadi Pegawai Negeri pada Departemen Agama RI diJakart. Tahun 1955 sampai 1951, Beliau terpilih menjadi Anggota Konstituante Republik Indonesia. Mulai tahun 1960, Beliau dipercaya sebagai Pengurus Pusat Muhammadiyah. Pada tahun 1968, Buya Hamka ditunjuk sebagai Dekan Fakultas Usuluddin Universitas Prof. Moestopo Beragama. Tahun 1975 sampai 1979 beliau dipercaya oleh para ulama sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Di tahun yang sama, beliau juga menjabat sebagai Ketua Umum Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar selama dua periode.
Sebagai ulama dan sastrawan, ada sekitar 118 karya tulisan (artikel dan buku) beliau yang telah dipublikasikan. Topik yang diangkat melingkupi berbagai bidang, beberapa di antaranya mengupas tntang Agama Islam, Filsafatsosial, tasawuf, roman, sjarah, tafsi Alquran, dan otobiografi.
Buya Hamka juga pernah mendapatkan berbagai gelar kehormatan, yaitu Doctor Honoris Cause dari Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Lalu gelar Doctor Honoris Cause dari Universitas Prof. Moestopo Beragama. Kemudian, di tahun 1974 mendapat gelar yang sama dari Universitas Kebangsaaan Malaysia. Setelah meninggal dunia, beliau mendapat Bintang Mahaputera Madya dari Pemerintah RI di tahun 1986. Dan, terakhir di tahun 2011, beliau mendapatkan penghormatan dari Pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Naional.
Buya Hamka meninggal dunia pada hari Jum`at, 24 Juli 1981. Beliau dikembumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Pusat.

B.  PEMIKIRAN BUYA HAMKA
HAMKA merupakan prototipe pendidik yang berhasil dan sangat meyakinkan pada yamanya. Hal ini di sebabkan, jika di telusuri dari beberapa karya dan keterlibatanya dalam institusi pendidikan, maka ia bisa dikatakan seorang pendidik dan sekaligus pemikir pendidikan islam. Asumsi ini dilatarbelakangi dari data yang ada, bahwa ternyata dalam lintas sejarah kehidupannya, ia merupakan seorang pendidik yang cukup konsisten dan berhasil. Ia telah ikut andil dalam memperkenalkan pembaruan pendidikan di indonesia dengan melakukan modernisasi kelembagaan dan orientasi materi pendidikan islam, yaitu ketika mengelola Tabligh School dan Kullyatul Muballighin, baik ketika di Makassar maupun di Padangpanjang, serta pengembangan masjid al-Azhar (Kebayoran Barat)  menjadi institusi pendididkan  Islam modern. Bila di cermati dengan kondisi waktu itu, kupasan pemikirannya tentang pendidikan dan dimensi-dimensi ajaran islam terlihat demikian dinamis, inovatif, dan “ revolusioner”. Latar belakang pendidikannya yang demikian, tidak membuat pemikirannya tentang pendidikan islambersifat tradisional. Ide-idenya tentang pendidikan, merupakan pandangan yang dinamis dan melampaui zamannya. Beberapa pemikirannya bahkan terkesan sering kali “bersebrangan” dengan tradisi sosial masyarakat waktu itu.
HAMKA merupakan salah seorang tokoh pembaharu minangkabau yang berupaya menggugah dinamika umat dan mujaddid yang unik. Meskipun hanya sebagai produk pendidikan tradisional, namun ia merupakan seorang intelektual yang mempunyai wawasan generalistik dan modern. Upaya yang dilakukanya merupakan sebuah gerakan pembaharuan islam, bukan saja di Minangkabau bahkan Indonesia secara luas pada awal sampai paroh ketiga abat XX. Suatu bidang kajian yang sangat menantang dan tidak sederhana. Orientasi kajian produktifnya berkisar pada persoalan-persoalan keagamaan dan sosial kemasyarakatan seperti bidang tafsir, teologi, sastra, fikh, sejarah islam, dan pendidikan. Dalam menyajikan karya-karyanya, ia memformat ide-ide pembaruannya melalui pemikiran yang modern dan kontekstual. Meskipun demikian, uniknya keseluruhan karya-karyanya, sebagaimana di akui Andries Teeuw, disajikan melalui pendekatan keislaman.
            Meskipun dalam bentuk penyajian yang tidak utuh dan sepesifik, pemikirannya tentang komponen pendidikan islam (meliputi komponen pendidik,  pesertadidik, materi, tujuan pendidikan, klasifikasi ilmu pengetahuan, metode pendidikan, fungsi dan bentuk hukuman dalam pendidikan, dan model lembaga pendidikan islam yang ideal). Dapat dilacak melalui karya-karyanya terutama dalam Falsafah Hidup, Lembaga Hidup dan Lembaga Budi.
            Melalui karya-karyanya tersebut, ia mencoba mengetengahkan pemikirannya tentang komponen pendidikan yang meliputi tujuan pendidikan islam, kewajiban kedua orangtua sebagai pendidik pertama dann utama dalam menanamkan nilai akhlak pada seorang anak, kewajiban guru dan kriteria guru yang ideal, metode pendidikan, memberikan peluang kepada anak didik untuk berfikir secara kritis dan merdeka, integralitas materi pendidikan islam, serta peranan pemerintah dalam pendidikan. Ia juga memaparkan bentuk dan fungsi hukuman dalam pendidikan, serta bentuk lembaga pendidikan ideal bagi terciptannya proses belajar mengajar yang interaktif. Komponen-komponen tersebut dapat dijadikan acuan untuk melihat pemikirannya tentang pendidikan islam.
            Dinamika pemikiran inovatifnya tentang pendidikan Islam dapat terlihat dari upayanya menggeser sistem pendidikan tradisional yang masih sederhana, kepada sistem pendidikan modern yang kompleks dan sistematis. Proses ini merupakan perwujudan pemahamannya terhadap inklusivitas ajaran Islam yang dinamis. Melalui peahaman tersebut, ia berupaya mengolaborasi sistem pendidikan umat Islam yang lebih adatif dan proposional. Dengan sistematika model pendidikan yang demikian, pelaksanaan pendidikan diharapkan akan mampu mengantarkan peserta ddidik menjawab dinamika zaman secara aktif, tanpa melepaskan diri dari norma-norma ajaran agamanya.
            Wacana pemikirannya tentang pendidikan dilakukan sebagai respon terhadap realitas sosialnya, terutama terhadap praktek pendidikan tradisional yang masih dipertahankan umat Islam waktu itu. Ia mencoba merombak dan sekaligus melakukan pembaruan terhadap orientasi pendidikan Ilsam yang selama ini masih rendah dan tertutup (eksklusif). Upaya tersebut dilakukan melalui pendapatan modern drngan menekankan pada adspek religiusitas. Di sini terlihat bagaimana ide-ide pembaruannya tentang pendidikan Islam serta informasi dalam upayanya ikut merespon situasi sosial yang sedang dihadapi umat Islam. Ia mencoba membangun sebuah “Terobosan baru” kultural maupun keagamaan untuk mengembalikan daya gerak psikologis (psychological stricking force) umat Islam yang selama ini terbelenggu. Dari paradigma pendidikan yang dikembangannya mencerminkan bahwa ia merupakan seorang intelektual muslim yang berpikiran realistis akomodatif dan memiliki warna modernitasnya tersendiri.
            Hal lain yang menarik untuk meneliti pemikirannya tentang paradigma pendidikan Islam, setidaknya ada tiga alasan, yaitu:
1-      Ia merupakan sosok pemikiran yang ikut terwarnai oleh pemahaman masyarakat Minangkabau dan kondisi pendidikan yang bersifat tradisional, serta polarisasi modernitas yang secara berproses mengalami pencerahan, terutama setelah dihembuskannya “Angin” pembaruan oleh para intelektual muslim waktu itu.
2-      Ia merupakan sosok ulama Indonesia era modern yang telah banyak memberikan kontribusi bagi pengembangan dan peradaban dan munculnya dinamika intelektualitas masyarakat (Islam). Kepiawaian dan ide-ide pembaruannya telah menggugah umat Islam Indonesia untuk keluar dari pola hidup fatalis yang telah mengkristal selama ini, kepada pola hidup dinamis dan rasional. Ia merupakan salah seorang sosok ulama yang dengan gigih berupaya mengubah pola hidup tradisional ke arah proses modernisasi intelektual. Ia meupakan sosok pendidik umat sekaligus ulama yang memiliki keluasan ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum lainnya yang syarat informasi modernisasi.
3-      Secara umum karya-karyanya merupakan sintesis dari perkembangan pola pendidikan yang dilaksanakan umat Islam waktu itu, khususnya pelaksanaan pendidikan umat Islam di Minangkabau yang masih mengacu pada persepsi “Anti modernis”. Pelaksanaan ajaran agama masih banyak yang menyimpang dari roh dinamika ajaran Islam. Sikap yang demikian mengakibatkan pelaksanaan pendidikan masyarakat terpola pada ruang hampa dan jumud. Semangat dinamika Islam menjadi redup dan mengalami stagnasi. Untuk keluar dari atmosfer yang tidak menguntungkan tersebut, ia berupaya menyelamatkan pemahaman umat Islam yang selama ini masih bersifat eksklusif dengan melakukan pembaruan di berbagai bidang termasuk pendidikan, secara modern dan komperehensif.

Menurut HAMKA, sistem pendidikan Islam yang ideal seyogianya berorientaasi pada visi keakhiratan sebagai alat kontrol perilaku manusia, sekaligus visi kekinian dengan mengaktifkan fungsi akal peserta didik secara maksimal. Persentuhan kedua aspek tersebut secara hamonis dan intregral akan menciptakan sosok peserta didik yang memiliki kepribadian paripurna (insan kamil). Melalui agama, dinamika akal akan terkontrol dengan baik. Adapun melalui ilmu umum (rasional) kan menyiapkan umat islam agar mampu menjawab tantangan dinamika zaman secara aktif, dinamis, dan proporsional. Ungkapannya ini yang mencerminkan sikap intelektualitasnya yang diyujukan kepada umat Islam agar melihat visi pembaruan, khususnya pendidikan Islam secara kritis dan objektif.
            Untuk melihat paradigma pemikiran dan pendidikan Buya HAMKA, Samsul nizar menggunakan tiga topologi seperti yang dikembangkan oleh F.G. Pijper.  sebagai sistem yang benar, yaitu :
1-      Mempertahankan sistem kehidupan dan pendidikan yang berlaku dari abad-abad permulaan Islam sebagai sistem yang benar. Tipe ini menganggap adanyan penyimpangan dalam praktik kehidupan beragama umat dari sumber ajaran Islam. Setelah penyimpangan tersebut diluruskan kembali, maka nilai-nilai tersebut masih tetap dipertahankan. Tipe ini mengambil jarak dan menutup diri secara fanatik terhadap peradaban barat (zealotisme).
2-      Merekonstruksi paradigma pendidikan yang didasarkan atas studi ajaran Islam yang benar dan sesuai dengan terminologi modern, sehingga muncul paradigma Islam. Sikap yang dilakukan adalah sebagai reaksi dan sintesis kritis terhadap pemikiran-pemikiran barat.
3-      Berpegang teguh pada dasar agama Islam, tanpa mmenutup diri terhadap pendapat kontemporer yang dikembangkan barat, sepanjang tidak menyimpang dari nilai-nilai ajaran Islam (herodianisme).


About Syed Faizan Ali

Faizan is a 17 year old young guy who is blessed with the art of Blogging,He love to Blog day in and day out,He is a Website Designer and a Certified Graphics Designer.

0 komentar:

Posting Komentar