A.
PENDAHULUAN
1.
BiografiBuyaHamka
Nama lengkap Buya Hamka adalah Haji Abdul
Malik Karim Amrullah. Beliau kemudian lebih dikenal dengan nama Buya Hamka.
Beliau lahir di Meninjau, Sumatera Barat, pada tanggal 17 Februari 1908. Beliau
merupakan putra pertama dari pasangan Dr. Abdul Karim Amrullah dan Shaffiah.
Pada 5 April 1929, Buya Hamka menikah dengan
Hajah Siti Raham Rasul. Setelah istrinya meninggal pada tahun 1971, kurang
lebih 6 tahun kemudian, Buya Hamka menikah lagi dengan Hajah Siti Khadijah.
Secara formal, Buya Hamka hanya mengenyam
pendidikan Sekolah Desa, namun tidak tamat. Kemudian, pada tahun 1918, beliau
belajar Agama Islam di Sumatera Thawalib, Padang Panjang.Ini pun
tidakselesai.Tahun 1922, beliau kembali belajar Agama Islam di Parabe Bukit
Tinggi , juga tidak selesai. Akhirnya, Banyak menghabiskan waktunya dengan
belajar sendiri jugatidakselesai.Akhirnya, Beliaubanyakmenghabiskanwaktunyadenganbelajarsendiri, otodidak.
Buya Hamka banyak membaca buku.lalu belajar langsung pada aparat tokoh dan
ulama . Baik yang berada di Sumatera Barat, Jawa, bahkan sampai ke Mekkah, Arab
Saudi.
Jabatan atau amanah yang pernah beliau emban
selama hidupnya antara lain sebagai berikut. Tahun 1943,
beliau menjabat sebagai Konsul Muhammadiyah Sumatera TimurTahun 1947, sebagai Ketua Front Pertahanan Nasional (FPN). Tahun 1948, sebagai Ketua
Sekretariat Bersama Badan Pengawal Negeri dan Kota (BPNK). Lalu, tahun 1950,
Buya Hamka menjadi Pegawai Negeri pada Departemen Agama RI diJakart. Tahun 1955
sampai 1951, Beliau terpilih menjadi Anggota Konstituante Republik Indonesia.
Mulai tahun 1960, Beliau dipercaya sebagai Pengurus Pusat Muhammadiyah. Pada
tahun 1968, Buya Hamka ditunjuk sebagai Dekan Fakultas Usuluddin Universitas
Prof. Moestopo Beragama. Tahun 1975 sampai 1979 beliau dipercaya oleh para
ulama sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Di tahun yang sama, beliau
juga menjabat sebagai Ketua Umum Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar selama dua
periode.
Sebagai ulama dan sastrawan, ada sekitar 118
karya tulisan (artikel dan buku) beliau yang telah dipublikasikan. Topik yang
diangkat melingkupi berbagai bidang, beberapa di antaranya mengupas tntang
Agama Islam, Filsafatsosial, tasawuf, roman, sjarah, tafsi Alquran, dan
otobiografi.
Buya Hamka juga pernah mendapatkan berbagai
gelar kehormatan, yaitu Doctor Honoris Cause dari Universitas Al-Azhar, Kairo,
Mesir. Lalu gelar Doctor Honoris Cause dari Universitas Prof. Moestopo
Beragama. Kemudian, di tahun 1974 mendapat gelar yang sama dari Universitas
Kebangsaaan Malaysia. Setelah meninggal dunia, beliau mendapat Bintang
Mahaputera Madya dari Pemerintah RI di tahun 1986. Dan, terakhir di tahun 2011,
beliau mendapatkan penghormatan dari Pemerintah Republik Indonesia sebagai
Pahlawan Naional.
Buya Hamka meninggal dunia pada hari Jum`at,
24 Juli 1981. Beliau dikembumikan di TPU Tanah Kusir, Jakarta Pusat.
B.
PEMIKIRAN BUYA HAMKA
HAMKA merupakan
prototipe pendidik yang berhasil dan sangat meyakinkan pada yamanya. Hal ini di
sebabkan, jika di telusuri dari beberapa karya dan keterlibatanya dalam
institusi pendidikan, maka ia bisa dikatakan seorang pendidik dan sekaligus
pemikir pendidikan islam. Asumsi ini dilatarbelakangi dari data yang ada, bahwa
ternyata dalam lintas sejarah kehidupannya, ia merupakan seorang pendidik yang
cukup konsisten dan berhasil. Ia telah ikut andil dalam memperkenalkan
pembaruan pendidikan di indonesia dengan melakukan modernisasi kelembagaan dan
orientasi materi pendidikan islam, yaitu ketika mengelola Tabligh School dan
Kullyatul Muballighin, baik ketika di Makassar maupun di Padangpanjang, serta
pengembangan masjid al-Azhar (Kebayoran Barat)
menjadi institusi pendididkan
Islam modern. Bila di cermati dengan kondisi waktu itu, kupasan
pemikirannya tentang pendidikan dan dimensi-dimensi ajaran islam terlihat
demikian dinamis, inovatif, dan “ revolusioner”. Latar belakang pendidikannya
yang demikian, tidak membuat pemikirannya tentang pendidikan islambersifat
tradisional. Ide-idenya tentang pendidikan, merupakan pandangan yang dinamis
dan melampaui zamannya. Beberapa pemikirannya bahkan terkesan sering kali
“bersebrangan” dengan tradisi sosial masyarakat waktu itu.
HAMKA merupakan
salah seorang tokoh pembaharu minangkabau yang berupaya menggugah dinamika umat
dan mujaddid yang unik. Meskipun hanya sebagai produk pendidikan
tradisional, namun ia merupakan seorang intelektual yang mempunyai wawasan
generalistik dan modern. Upaya yang dilakukanya merupakan sebuah gerakan
pembaharuan islam, bukan saja di Minangkabau bahkan Indonesia secara luas pada
awal sampai paroh ketiga abat XX. Suatu bidang kajian yang sangat menantang dan
tidak sederhana. Orientasi kajian produktifnya berkisar pada
persoalan-persoalan keagamaan dan sosial kemasyarakatan seperti bidang tafsir,
teologi, sastra, fikh, sejarah islam, dan pendidikan. Dalam menyajikan
karya-karyanya, ia memformat ide-ide pembaruannya melalui pemikiran yang modern
dan kontekstual. Meskipun demikian, uniknya keseluruhan karya-karyanya,
sebagaimana di akui Andries Teeuw, disajikan melalui pendekatan keislaman.
Meskipun dalam bentuk penyajian yang
tidak utuh dan sepesifik, pemikirannya tentang komponen pendidikan islam
(meliputi komponen pendidik,
pesertadidik, materi, tujuan pendidikan, klasifikasi ilmu pengetahuan,
metode pendidikan, fungsi dan bentuk hukuman dalam pendidikan, dan model
lembaga pendidikan islam yang ideal). Dapat dilacak melalui karya-karyanya
terutama dalam Falsafah Hidup, Lembaga Hidup dan Lembaga Budi.
Melalui karya-karyanya tersebut, ia
mencoba mengetengahkan pemikirannya tentang komponen pendidikan yang meliputi
tujuan pendidikan islam, kewajiban kedua orangtua sebagai pendidik pertama dann
utama dalam menanamkan nilai akhlak pada seorang anak, kewajiban guru dan kriteria
guru yang ideal, metode pendidikan, memberikan peluang kepada anak didik untuk
berfikir secara kritis dan merdeka, integralitas materi pendidikan islam, serta
peranan pemerintah dalam pendidikan. Ia juga memaparkan bentuk dan fungsi
hukuman dalam pendidikan, serta bentuk lembaga pendidikan ideal bagi
terciptannya proses belajar mengajar yang interaktif. Komponen-komponen
tersebut dapat dijadikan acuan untuk melihat pemikirannya tentang pendidikan
islam.
Dinamika pemikiran inovatifnya
tentang pendidikan Islam dapat terlihat dari upayanya menggeser sistem
pendidikan tradisional yang masih sederhana, kepada sistem pendidikan modern
yang kompleks dan sistematis. Proses ini merupakan perwujudan pemahamannya
terhadap inklusivitas ajaran Islam yang dinamis. Melalui peahaman tersebut, ia
berupaya mengolaborasi sistem pendidikan umat Islam yang lebih adatif dan
proposional. Dengan sistematika model pendidikan yang demikian, pelaksanaan
pendidikan diharapkan akan mampu mengantarkan peserta ddidik menjawab dinamika
zaman secara aktif, tanpa melepaskan diri dari norma-norma ajaran agamanya.
Wacana pemikirannya tentang
pendidikan dilakukan sebagai respon terhadap realitas sosialnya, terutama
terhadap praktek pendidikan tradisional yang masih dipertahankan umat Islam
waktu itu. Ia mencoba merombak dan sekaligus melakukan pembaruan terhadap
orientasi pendidikan Ilsam yang selama ini masih rendah dan tertutup
(eksklusif). Upaya tersebut dilakukan melalui pendapatan modern drngan
menekankan pada adspek religiusitas. Di sini terlihat bagaimana ide-ide
pembaruannya tentang pendidikan Islam serta informasi dalam upayanya ikut
merespon situasi sosial yang sedang dihadapi umat Islam. Ia mencoba membangun
sebuah “Terobosan baru” kultural maupun keagamaan untuk mengembalikan daya
gerak psikologis (psychological stricking force) umat Islam yang selama
ini terbelenggu. Dari paradigma pendidikan yang dikembangannya mencerminkan
bahwa ia merupakan seorang intelektual muslim yang berpikiran realistis
akomodatif dan memiliki warna modernitasnya tersendiri.
Hal lain yang menarik untuk meneliti
pemikirannya tentang paradigma pendidikan Islam, setidaknya ada tiga alasan,
yaitu:
1-
Ia
merupakan sosok pemikiran yang ikut terwarnai oleh pemahaman masyarakat
Minangkabau dan kondisi pendidikan yang bersifat tradisional, serta polarisasi
modernitas yang secara berproses mengalami pencerahan, terutama setelah
dihembuskannya “Angin” pembaruan oleh para intelektual muslim waktu itu.
2-
Ia
merupakan sosok ulama Indonesia era modern yang telah banyak memberikan kontribusi
bagi pengembangan dan peradaban dan munculnya dinamika intelektualitas
masyarakat (Islam). Kepiawaian dan ide-ide pembaruannya telah menggugah umat
Islam Indonesia untuk keluar dari pola hidup fatalis yang telah mengkristal
selama ini, kepada pola hidup dinamis dan rasional. Ia merupakan salah seorang
sosok ulama yang dengan gigih berupaya mengubah pola hidup tradisional ke arah
proses modernisasi intelektual. Ia meupakan sosok pendidik umat sekaligus ulama
yang memiliki keluasan ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum lainnya yang
syarat informasi modernisasi.
3-
Secara
umum karya-karyanya merupakan sintesis dari perkembangan pola pendidikan yang
dilaksanakan umat Islam waktu itu, khususnya pelaksanaan pendidikan umat Islam
di Minangkabau yang masih mengacu pada persepsi “Anti modernis”. Pelaksanaan
ajaran agama masih banyak yang menyimpang dari roh dinamika ajaran Islam. Sikap
yang demikian mengakibatkan pelaksanaan pendidikan masyarakat terpola pada
ruang hampa dan jumud. Semangat dinamika Islam menjadi redup dan mengalami
stagnasi. Untuk keluar dari atmosfer yang tidak menguntungkan tersebut, ia
berupaya menyelamatkan pemahaman umat Islam yang selama ini masih bersifat
eksklusif dengan melakukan pembaruan di berbagai bidang termasuk pendidikan,
secara modern dan komperehensif.
Menurut
HAMKA, sistem pendidikan Islam yang ideal seyogianya berorientaasi pada visi
keakhiratan sebagai alat kontrol perilaku manusia, sekaligus visi kekinian
dengan mengaktifkan fungsi akal peserta didik secara maksimal. Persentuhan
kedua aspek tersebut secara hamonis dan intregral akan menciptakan sosok
peserta didik yang memiliki kepribadian paripurna (insan kamil). Melalui agama,
dinamika akal akan terkontrol dengan baik. Adapun melalui ilmu umum (rasional)
kan menyiapkan umat islam agar mampu menjawab tantangan dinamika zaman secara
aktif, dinamis, dan proporsional. Ungkapannya ini yang mencerminkan sikap
intelektualitasnya yang diyujukan kepada umat Islam agar melihat visi pembaruan,
khususnya pendidikan Islam secara kritis dan objektif.
Untuk melihat paradigma pemikiran
dan pendidikan Buya HAMKA, Samsul nizar menggunakan tiga topologi seperti yang
dikembangkan oleh F.G. Pijper. sebagai
sistem yang benar, yaitu :
1-
Mempertahankan
sistem kehidupan dan pendidikan yang berlaku dari abad-abad permulaan Islam
sebagai sistem yang benar. Tipe ini menganggap adanyan penyimpangan dalam
praktik kehidupan beragama umat dari sumber ajaran Islam. Setelah penyimpangan
tersebut diluruskan kembali, maka nilai-nilai tersebut masih tetap
dipertahankan. Tipe ini mengambil jarak dan menutup diri secara fanatik
terhadap peradaban barat (zealotisme).
2-
Merekonstruksi
paradigma pendidikan yang didasarkan atas studi ajaran Islam yang benar dan
sesuai dengan terminologi modern, sehingga muncul paradigma Islam. Sikap yang
dilakukan adalah sebagai reaksi dan sintesis kritis terhadap
pemikiran-pemikiran barat.
3-
Berpegang
teguh pada dasar agama Islam, tanpa mmenutup diri terhadap pendapat kontemporer
yang dikembangkan barat, sepanjang tidak menyimpang dari nilai-nilai ajaran
Islam (herodianisme).
0 komentar:
Posting Komentar